Sejarah Munculnya FIQIH

Muhammad Khudari BEk (ahli fiqih dari Mesir) membagi periodisasi fiqih jadi enam, periodisasi itu adalah sebagai berikut :
A. Periode Risalah
       Periode ini dimulai sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW (11 H/ 632 M). pada periode ini kekuasaan penentuan hokum sepenuhnya berada ditangan Rasullah SAW. Sumber hokum ketika itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pengertian fiqih pada masa itu identik dengan syari’at, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasullah SAW.

          
           Periode awal ini dapat dibagi menjadi periode Mekkah dan periode Madinah. Pada periode Mekkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya dan itu pun masih dalam rangkaian memanifestasikan revolusi aqidah untuk mengubah system kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinnah, ayat-ayat tentang hokum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hokum ditunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masah ibadah maupun muammalah. Oleh karenanya, periode Madinnah ini disebut juga oleh ulama fiqih sebagai periode revolusi sosisal dan politik.

B. Periode Al-Khulafu Rasyidin
            Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu’awiyah bin Abu Sufyan memegah tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H/ 661 M. sumber fiqih pada periode ini, disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash.
            Pada masa ini, khususnya setelah khalifah Umar bin Khattab (13 H/634 M), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hokum yang muncul tengah masyarakat. Persoalan hokum pada periode ini sudah semakin kompeks dengan semakin banyaknya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya.
            Pada periode ini, untuk pertama kali para fuqaha berbenturan denan budaya, moral, etika dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini terjadi karena daerah yang ditaklukan Islam sudah sangat luas dan masing-masing memiliki budaya, tradisi, situasi, situasi dan kondisi yang menantang para fuqaha untuk memberikan hukum dalam persoalan baru. Dalam menyelesaikan persoalan baru, para sahabat merujuk pada Al-Qur’an. Jika tidak ada dalam Al-Qur’an, para sahabat mencari dalam sunnah Nabi SAW. Jika tidak ada juga, para sahabat, para sahabat melakukan ijtihad.

C. Periode Awal Pertumbuhan Fiqih
            Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ini merupakan titik awal pertumbuhan fikih sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam. Dengan bertebarannya para sahabat ke nerbagai daerah semenjak masa al-Khulafaur Rasidin, munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hokum yang berbeda antar satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah tersebut. Di Irak, Ibnu Masud muncul sebagai fukaha yang menjawab berbagai persoalan hokum yang dihadapinya disana.
            Sementara itu, di Mdinah yang masyarakatnya lebih homogen, Zaid bin Sabit (11 SH ./611 M.-45 H/ 665M) dan Abdullah bin Umar bin al-Khattab (Ibnu Umar) bertindak menjawab berbagai persoalan hokum yang muncul didaerah itu. Sedangkan di Mekah, yang bertindak menjawab berbagai persoalan hokum adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) dan sahabat lainnya.
            Pola dalam menjawab persoalan hukum oleh para fuqaha Madinah dan Mekkah sama, yaitu berpegang kuat pada Al-quran dan hedits nabi SAW. Oleh karenanya, pola fukoha Mekah dan Madinah dalam menangani segala persoalan hokum jauh berbeda dengan pola yang digunakan fuqaha di Irak. Cara-cara yang ditempuh para sahabat di mekah dan Madinah menjadi cikal bakal bagi munculnya aliran ahlulhadits.
D. Periode Keemasan
            Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasu periode Kemajuan Islam pertama (700-1000). kemajuan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama saja, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya.
            Pada awal periode keemasan ini, pertentangan antara ahlulhadits dan ahlurra ‘yi sangat tajam,sehingga menimbulkan semangat berijjtihad bagi masing- masing aliran. Semangat para fukaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali munculnya mazhab-mazhab fiqih, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Pertentangan kedua aliran ini baru mereda setelah murid-murid kelompok ahlurr’yi beruaya membatasi , mensistematisasi, dan menyusun kaidah ra’yu yang dapat digunakan untuk meng-instinbat-kan hukum. Atas dasar upaya ini, maka aliran ahlulhadits dapat menerima pengertian ra’yu yang dimaksudkan ahlurr’yi, sekaligus menerima ra’yu sebagai salah satu cara dalam meng-instinbat-kan hokum.
            Periode keemasan juga ditandai dengan dimulainya penyusunan kitab fiqih dan usul fiqih. Diantara kitab fiqih yang lebih awal disusun pada periode ini adalah al muwtha oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam Syafi’i, Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir oleh Imam Asy-Syaibani. Kitab usul fiqih yang pertama pada masa ini adalah ar-Risalah oeh Imam Syafi’i. Teori usul fiqih dalam masing-masing madzhab pun bermunculan, seperti teori kias, istihsan, dan al-marsalah mursalah.

E. Periode Tahrir, Takhrij, dan Tarjih dalam Madzhab Fiqih
            Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Ynag dimaksud dengan tahrir, Takhjir, dan Tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing madzhab dalam mengomentari, memperjelas, dan mengulas pendapat para imam mereka.
            Mustafa Ahmad Az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama kali muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Ada tiga factor munculnya pernyataan tersebut diantaranya :
            Pertama Dorongan para penguasa kepada para hakim untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk pada salah satu madzhab yang di setujui khalifah.
            Kedua mnuculnya sikap at-taassub al-madzhabi yang berakibat pada kejumudan dan taqlid di kalanagn murid imam madzhab.
            Ketiga munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing madzhab yang memudahkan orang untuk memilih pendapat madzhabnya.
F. Periode Kemunduran Fiqih
            Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya majalah al-ahkam al-‘adliyyah (hukum perdata kerajan Turki Usmani) pada 26 sya’ban 1293. Periode ini dalam sejarah kemajuan fiqih dikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.
            Pada akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum  (fiqih) Islam sebagai madzhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakasa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti majalah al-ahkam al-adliyyah yang merupakan kodifikasi hokum perdata yang berlaku di seluruh kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqih madzhab Hanafi.
            Mustafa Ahmad az-Zarqa mengemukaan ada tiga ciri yang mewarnai kemajuan fiqih pada periode ini diantaranya :
            Pertama Munculnya upaya pengkodifikasian fiqih sesuai dengan tuntutan situasi dan zaman.
            Kedua munculnya upaya pengkodisifikasian berbagai hokum fiqih yang tidak terikat sama sekali dengan mazhab fiqih tertentu.
            Ketiga kemajuan selanjutnya, khususnya di zaman modern, ulama fiqih mempunyai kecenderungan yang kuat untuk melihat berbagai madzhab fiqih sebagai satu kesatuan yang tidak di pisahkan.
            Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzah, bermadzhab merupakan perbuatan yang bid’ah. Sejak saat itu, kajian fiqih tidak lagi terikat pada salah satu madzhab, tetapi mengambil dari berbagai madzhab, yang di kenal dengan fiqih muqaran.

            Studi komparatif telah dijumpai sejak zaman klasik seperti yang dijumpai dalam kitab fiqih karangan Imam Syafi’I (Al-Umm), Al-Mabsuth karangan As-Syarakhsi, Al-Furuq karangan Imam Qarafi (w. 618 H/ 1285 M) dan Al-Mughni karangan Ibnu Muqadam (tokoh fiqih Hambali). Di zaman modern, fiqih muqaram di bahas ulama secara konferhensif dan utuh, dengan mengemukakan inti, perbedaan, pendapat, dan argumentasi, serta kelebihan dan kelemahan masing-masing madzhab, sehingga pembaca dapat udah memilih pendapat yang akan diambil.

                                                            Wallahu ‘alam bishoab

Post a Comment

Previous Post Next Post