Adat Istiadat Suku Mandailing

Adat istiadat Istiadat Mandailing
     
       


       Adat istiadat suku Mandailing diatur dalam Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga Kalinga), yang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat. Orang Mandailing mengenal tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak, yang merupakan varian dari aksara Proto-Sumatera, yang berasal dari huruf Pallawa, bentuknya tak berbeda dengan Aksara Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuna, dan Aksara Nusantara lainnya. Meskipun Suku Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dan dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha (pustaka). Namun amat sulit menemukan catatan sejarah mengenai Mandailing sebelum abad ke-19. Umumnya pustaka-pustaka ini berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, ramalan-ramalan tentang waktu yang baik dan buruk, serta ramalan mimpi.


       Suku Mandailing sendiri mengenal paham kekerabatan, baik Patrilineal maupun Matrilineal. Dalam sistem Patrilineal, orang Mandailing mengenal marga. Di Mandailing hanya dikenal belasan marga saja berbeda di suku Batak lainnya, yang mengenal hampir 500 marga. Seperti halnya di Karo, Nias, Gayo , Alas, marga-marga di Mandailing umumnya tak mempunyai keterkaitan kekerabatan dengan Batak. Marga-marga di Mandailing, antara  lain : Lubis, Nasution, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Harahap, Hasibuan (Nasibuan), rambe , Dalimunthe,Rangkuti , Tanjung, Mardia, Daulay (Daulae), Matondang, Hutasuhut. Marga-Marga Mandailing, menurut hatobangon ( orang yang di tuakan ), di Mandailing Julu dan Pakantan, seperti berikut: Lubis yang terbagi kepada Lubis Huta Nopan dan Lubis Singa Soro, Nasution, Parinduri, Batu Bara, Matondang, Daulay, Nai Monte, Hasibuan, Pulungan. Marga-marga di Mandailing Godang pula adalah: Nasution yang terbahagi kepada Nasution Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lancat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dan lain-lain. Lubis, Hasibuan, Harahap, Batu Bara, Matondang (keturunan Hasibuan), Rangkuti, Mardia, Parinduri, Batu na Bolon, Pulungan, Rambe, Mangintir, Nai Monte, Panggabean, Tangga Ambeng dan Margara. (Rangkuti, Mardia dan Parinduri asalnya satu marga). Di Angkola dan Sipirok terdapat marga-marga Pulungan, Baumi, Harahap, Siregar, Dalimunte dan Daulay. Juga terdapat marga-marga Harahap, Siregar, Hasibuan, Daulay, Dalimunte, Pulungan, Nasution dan Lubis di Padang Lawas. Menurut Basyral Hamidy Harahap dalam buku berjudul Horja, marga-marga di Mandailing antara lain Babiat, Dabuar, Baumi, Dalimunthe, Dasopang, Daulae, Dongoran, Harahap, Hasibuan, Hutasuhut, Lubis, Nasution, Pane, Parinduri, Pasaribu, Payung, Pohan, Pulungan, Rambe, Rangkuti, Ritonga, Sagala, Simbolon, Siregar, Tanjung.

Upacara Adat saat ini yang sering dilakukan masyarakat mandailing adalah:
(1) Upacara Adat Siriaon/Horja Haroan Boru/Pabuat Boru(Upacara Adat Perkawinan),
(2) Upacara Adat Siluluton/Mambulungi (Upacara Adat Kematian) dan
(3) Horja Siulaon (Upacara Adat Berkarya).

       
Setiap masyarakat mandailing yang sudah berumah tangga otomatis menjadi anggota dalam melaksanakan dalihan natolu serta bertanggung jawab menyelesaikan  upacara adat siriaondan upacara adat siluluton di tengah-tengah masyarakat adat tersebut. Sebelum acara adat dimulai, maka ada perencanaan kegiatan yang namanya horja (pekerjaan) yang berhubungan dengan hal urusan adat diperlukan suatu kata sepakat. Hasil kesepakatan/ musyawarah adat tersebut namanya domu ni tahi. Ada 3 (tiga) Tingkatan Horja yang juga menentukan siapa-siapa yang harus hadir di paradatan tersebut, yaitu:      
Horja dengan landasannya memotong ayam. Horja ini yang diundang hanya kaum kerabat terdekatnya dan undangannya  cukup dengan hanya pemberitahuan biasa saja. Horja dengan landasannya memotong kambing. Horja ini biasanya disebut dalam paradatan, yaitu: pangkupangi. Yang diundang selain dari dalihan na tolu, juga ikut serta namora natoras di huta tersebut Raja Pamusuk. Horja dengan landasannya memotong kerbau. Horja ini dimana semua unsur-unsur (lembaga-lembaga) adat diundang, baik yang ada di huta tersebut maupun yang ada di luar huta, seperti Raja-Raja Torbing Balok, Raja-Raja dari desa na walu dan Raja Panusunan. Makna Horja tersebut menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT, melaksanakan, memelihara, mengembangkan dan melestarikan  seluruh nilai-nilai leluhur yang sudah berumur ratusan tahun, rasa kebersamaan, rasa tolong-menolong, rasa kegotongroyongan, saling menghargai, saling menghormati dan juga memberi manfaat kepada masyarakat.

1. Horja Siriaon (Upacara Adat  Perkawinan). Dalam adat istiadat perkawinan di masyarakat Mandailing dikenal dengan nama perkawinan manjujur,  bersifateksogami patriarchat; artinya dimana setelah perkawinan pihak wanita meninggalkan clannya dan masuk ke clan suaminya dan suaminya menjadi kepala keluarga dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu akan mengikuti clan (marga) Bapaknya. Idealnya perkawinan adat masyarakat Mandailing adalah  antara anak namboru dengan boru tulangnya. Jujur maksudnya untuk menjaga keseimbangan dari pihak keluarga wanita atas hilangnya seorang anggota keluarganya yang masuk menjadi anggota keluarga suami. Pada dasarnya benda yang akan diberikan sebagai Jujur adalah berupa Sere  atau mas kawin dan istilah menyerahkan Uang Jujur itu disebut Manulak Sere yang berarti untuk masa sekarang sebagai bantuan untuk melengkapi keperluan pihak gadis untuk barang bawaannya ataupun untuk tambahan biaya pesta. Dalam proses Manulak Sere ( memberi emas ) maka pihak laki-laki membawa Batang Boban yang telah disepakati sebelumnya kerumah pihak perempuan. Ada yang bilang bahwa biaya perkawinan di tanah Mandailing sangat mahal. Sebenarnya kalau di daerah lain seperti di Pulau Jawa, calon istri hanya diberi mahar seperangkat alat sholat.
       
       

Tapi kalau di daerah Mandailing, sempat mencapai rata-rata 15 juta untuk biaya satu perkawinan. Saya seorang turunan Minang, Mandailing dan Batak, yang sudah membaur dengan adat Mandailing, merasa biaya perkawinan seperti ini bukan sesuatu yang menyulitkan. Sebab mahar yang disediakan pengantin untuk mempelai wanita, sebenarnya hanya untuk kepentingan mereka juga. Misalnya bila mahar yang disetujui sebesar 15 juta. Uang itu akan dipergunakan untuk membeli tempat tidur buat calon mempelai, lemari, kasur, bantal, peralatan dapur, pakaian calon istri, pokoknya semuanya untuk kebutuhan mereka juga. Sedangkan bagi adat lain, walaupun ia hanya menyediakan seperangkat alat sholat, tapi setelah menikah, tentu ia masih harus membeli semua keperluan diatas. Jadi kalau dijumlah dengan jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli semua yang dibeli belakangan itu, akan berjumlah sama juga pada akhirnya. Jadi jumlahnya akan menjadi sama mahalnya. Cuma saja dalam adat Mandailing, semua itu akan dianggap merupakan mahar pada calon istri. Begitulah kira-kira mengenai penggunaan mahar pada suku Mandailing di Mandailing Natal Sumatera Utara. Tapi pembaca jangan takut bila tidak bisa menyediakan uang sebanyak itu. Sebenarnya uang mahar 15 juta tadi bukanlah harga pasti. Masih ada nego dalam pembahasan uang mahar atau tuor ini. Kadang kalau si laki-laki hanya punya uang 10 juta atau 5 juta, juga masih bisa dilaksanakan perkawinan ini sesuai adat bija kedua belah pihak sama-sama menyetujui. Bahkan ada yang hanya punya uang 5 juta atau 1 juta, toh perkawinan akhirnya terlaksana juga. Dan yang paling luar biasa menurut pengalaman saya adalah kisah perkawinan paman saya dengan istrinya. Maharnya hanya sehelai baju yang ia pakai.

         Tapi tentu harus melalui perjuangan panjang untuk karena ketiadaan uang ini. Sekian.
 Di lain waktu akan saya lanjutkan bila ada waktu. Panaek Gondang merupakan salah satu ritual yang menjadi bagian dari seluruh rangkaian upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing,jika perkawinan tersebut dikategorikan sebagai horja godang, panaek gondang sendiri dalam arti bahasa indonesia nya , panaek artinya menaikkan , Gondang artinya gendang atau drum , maka panaek gondang adalah menaikan atau memainkan alat musik gendang , yaitu yang dikenal dengan nama gordang sembilan. Panaek gondang merupakan satu hal yang sangat  penting dilakukan, karena hal ini sangat terkait dengan adat. Sebab dalam masyarakat Mandailing adat merupakan salah satu atau merupakan tujuan hidup yang harus dilakukan oleh masyarakat Mandailing. Karena  panaek gondang merupakan bagian acara dalam perkawinan adat Mandailing, upacara perkawinan mesti pula dideskripsikan. Hal apa yang membuat bahwa  panaek gondang ini penting untuk dikaji karena budaya musikal  panaek gondang ini merupakan satu eksistensi atau kepentingan yang sangat signifikan di dalam tradisi Mandailing. Oleh karena itu, melihat  panaek gondang diberbagai sisi bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas bagaimana maksud falsafah hidup masyarakat Mandailing terutama di dalam adat perkawinan Alasan lain mengapa panaek gondang tersebut penting dibicarakan karena ada hal-hal yang harus diikuti secara kronologisyaitu pelaksanaan panaek gondang dari awal hingga akhir.

2. Pelestarian Horja Mambulungi/ Horja Siluluton  (Upacara Adat Kematian). Didalam adat istiadat Mandailing, seorang yang pada waktu perkawinannya dilaksanakan dengan upacara adat perkawinan, maka pada saat meninggalnya juga harus dilakukan dengan upacara adat kematian terutama dari garis keturunan Raja-Raja Mandailing. Seorang anak keturunan Raja, apabila ayahnya meninggal dunia wajib mengadati (Horja Mambulungi). Jika belum mengadati seorang anak atau keluarganya tetap menjadi kewajiban /utang adat bagi keluarga yang disebut mandali di paradaton dan jika ada yang akan menikah, tidak dibenarkan mengadakan pesta adat perkawinanan  (horja siriaon). Pelaksanaan Upacara Adat Kematian dilaksanakan:

1.  Pada saat penguburan.

2. Pada hari lain yang akan ditentukan kemudian sesuai dengan kesempatan dan kemampuan keluarganya. Jika dalam Horja Siriaon bendera-bendera adat yang dipasang di halaman menghadap keluar, maka pada horja siluluton bendera-bendera adat dibalik menghadap kerumah sebagai tanda duka cita. Setelah beberapa tahun wafatnya Partomuan Lubis gelar Patuan Dolok III dan Suti Nasution gelar Na Duma I, maka diadakan upacara adat kematian (Horja Mambulungi) di Tamiang untuk mengucapkanbanyak terima kasih, meminta maaf atas perbuatan yang disengaja maupun tidak sengaja kepada seluruh keturunan Baitang dan masyarakat Mandailing.

3.  Horja Siulaon (Upacara Adat Berkarya). Horja Siulaon adalah upacara adat memulai suatu bekerja (berkarya) secara bersama-sama untuk menyelesaikan suatu perkerjaan, seperti: mendirikan rumah baru, membuka sawah,dan lain-lain. Horja Siulaon merupakan kearifan-kearifan lokal (local genius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri suku Bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat budaya lokal memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru. Pada dasarnya kearifan lokal yang dapat dilihat dengan mata (tangible), seperti obyek-obyek budaya, warisan budaya bersejarah dan kegiatan keagamaan dan kearifan lokal  yang tidak dapat dilihat oleh mata (intangible) yang berupa nilai atau makna dari suatu obyek atau kegiatan budaya. Kearifan lokal Mandailing adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing  di daerah tertentu yang merupakan ciri keaslian dan kekhasan daerah tersebut tanpa  adanya pengaruh atau unsur campuran daerah lainnya. Pengembangan kearifan lokal suatu daerah akan mendorong rasa kebanggaan akan budayanya dan sekaligus bangga terhadap daerahnya karena telah berperan serta dalam menyumbang pembangunan budaya bangsa. Kearifan lokal (horja siulaon) dapat dijadikan jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang dengan generasi sekarang, demi menyiapkan masa depan dan generasi mendatang. Pada gilirannya, kearifan lokal dapat dijadikan semacam simpul perekat dan pemersatu antargenerasi. Tujuan utama  melestarikan kearifan lokal untuk menjamin keberlangsungan dan keberadaan dari kearifan-kearifan lokal agar generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati kearifan lokal yang ada.

Post a Comment

Previous Post Next Post