Sejarah Marga Nasution

KISAH NENEK MOYANG MARGA NASUTION

 Banyak Sekali orang Mandahiling bermarga Nasution di perantauan (Tano Pandaraman) tidak tahu sejarah Ompu Sibaroar Nasakti, Nenek moyang marga Nasution. Banyak pendapat dikemukakan. Satu versi mengatakan Sibaroar Nasakti berasal dari Toba, keturunan Sibargot Ni Pohan yang menurunkan marga Siahaan. Versi yang lain mengatakan berasal dari keturunan Sutan Pulungan dari Kerajaan Huta Bargot, dan versi lainnya mengatakan berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat.Tulisan ini mencoba meramaikan wacana asal usul nenek moyang marga Nasution ini. Tulisan ini disarikan dari Buku Sejarah Marga Marga Asli Mandailing yang dikarang oleh Muhammad Arbain Lubis.
Dari Willem Iskandar.

     Willem Iskandar, Penyair dan Pujangga besar keturunan Bagas Godang (Rumah Besar) Kerajaan Pidoli menulis dalam bukunya “Sibulus Bulus Sirumbuk Rumbuk” (1872, hal 37-40) tentang Sibaroar Nasakti nenek moyang Marga Nasution. Sejak dari zaman penjajahan Belanda buku ini telah dipakai sebagai buku bacaan Sekolah Dasar, tetapi pada masa akhir dari penjajahan pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran buku tersebut dikarenakan isinya menanamkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme kepada para murid-muridnya di sekolah “Kweek Scool” di Tano Bato Kecamatan Panyabungan Selatan, Mandailing Natal.

        Dalam buku “Sibulus-Bulus Sirumbuk-Rumbuk” tersebut Willem Iskandar bercerita bahwa jauh sebelum berdiri Istana Mangaraja Enda Nasution di Panyabungan Julu tatkala daerah Panyabungan masih hutan belantara, telah berdiri Istana Sutan Pulungan di Huta Bargot (Keturunan ke-V dari Namora Pande Bosi). Pada suatu hari pergilah Sutan Pulungan bersama doli-doli undangan podang (hulubalang) berburu rusa ke tengah hutan dengan membawa anjing kesayangannya si Pamutung. Setibanya di hutan belantara terdengarlah suara anjing si Pamutung menyalak yang menandakan dia menemukan sesuatu. Pada saat itu terpikirlah dalam benak Sutan Pulungan akan mendapatkan rusa yang besar. Ternyata setelah Sutan Pulungan mengikuti suara anjing tersebut ke arah pohon beringin yang rindang lagi besar, ternyata bukannya seekor rusa yang dia dapatkan, tetapi adalah seorang wanita cantik. Sejenak Sutan Pulungan tertegun wanita tersebut bergegas lari dari bawah pohon beringin itu dan seketika itu juga wanita tersebut menghilang dari pandangan mata. Kemudian Sutan Pulungan memerintahkan doli-doli undangan podang t memeriksa sekeliling pohon beringin itu. Alangkah terperanjatnya mereka, dibawah pohon rindang terbaring seorang bayi laki-laki mungil dan cantik di atas batu besar. Mereka ahkirnya pulang dan membawa anak tersebut dan dititipkan kepada seorang perempuan tua bernama si Saua, pembantu Sang Raja. Apabila si Saua pergi ke sawah atau ke tepian, maka si Saua meletakkannya di kamar kecil di kolong rumah Istana Sutan Pulungan, berdekatan dengan kandang anjing kesayangan raja si Pamutung.Kolong rumah dalam bahasa Mandailing kuno disebut dengan “baroar” Maka bayi kecil mungil tadi, karena tempatnya di bawah kolong, lama kelamaan dinamai oranglah si “Baroar”

Setelah anak tersebut berumur kurang lebih 4 tahun badannyapun tumbuh dan bekembang dan tampan, sebagaimana anak-anak lainnya. Bahkan anehnya, mirip pula dengan putra Sutan Pulungan yang berkebetulan sebaya dengannya. Tubuhnya yang gempal, wajahnya yang tampan serta penampilannya yang ramah dan sopan sehingga rakyat kerajaan Huta Bargot sering terkecoh. Orang banyak mengira Sibaroar adalah putera dari Sutan Pulungan, dan banyak pula yang menegurnya dengan panggilan hormat “Janami” (Yang Mulia). Mendengar panggilan tersebut Sutan Pulungan merasa tidak enak, seakan-akan Sibaroar yang didapat di hutan belantara itu adalah anak kandungnya. Hingga suatu saat, karena sering mendapat laporan dari para hulubalangnya tentang kebaikan hati dan penghormatan rakyat akan Sibaoar, terbitlah niat yang tidak baik Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar, yang belum berdosa itu.

          Setelah berfikir beberapa hari lamanya Sutan Pulungan mendapat akal, tetapi saying maksudnya tidak dikabulkan oleh Debata (Tuhan), malah sebaliknya membuat bencana bagi kerajaan itu. Mungkin karena kezalimannya Debata ingin memperlihatkan kekuasaan-Nya bagi orang orang yang berfikir.

KISAH TIANG SOPO GODANG
Sutan Pulungan mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk mengganti tiang tengah Sopo Godang (Balai pertemuan/ siding kerajaan). Yang kebetulan sudah lapuk dimakan rayap. Semua hadirin dabn rakyat kerajaan sudah barang tentu setuju dengan maksud Sutan Pulungan. Tetapi pengantian tiang Sopo Godang ini hanyalah siasat buruk Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar. Sutan Pulungan memerintahkan kepala tukang, apabila nanti lobang tempat tiang besar nanti sudah digali, maka tolaklah lebih dahulu Sibaroar kedalam lobang tersebut, baru tiang besar itu dijatuhkan kedalam lobang.

Demikian dulu sejarah marga nasution, sekian dan terima kasih ... ^-^

Post a Comment

Previous Post Next Post