Halo Guys, saya akan menceritakan tentang sejarah marga pulungan tapi sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada anda semuanya.
Satu dari sekian stambook yang menarik tersebut adalah Stambook Marga Pulungan (sebagaimana disebut pada bagian awal tulisan ini) yang ditulis / disusun oleh Haji Amri Kamal Pulungan (baiklah kita singkat menjadi HAK Pulungan atau saya sebut Ompung).
Bagaimana tidak menarik, HAK Pulungan sendiri lahir dan besar di Desa Huraba (sekitar 18 km dari Panyabungan), lahir sekitar tahun 1919 dan meninggal tahun 1990 di Jakarta dalam usia 73 tahun, menyusun Stambook Marga Pulungan tersebut yang menuturkan silsilah Marga Pulungan cukup rinci sampai silsilah Marga Pulungan yang ada dan berkembang di Luat Sipirok (Sumuran, Pasar Sipirok, Bunga Bondar, Bondar X, Silaiya, dst). Padahal Ompung ini, menurut informasi dari anaknya Sastra Pulungan, tidak pernah tinggal di Sipirok apalagi di Bunga Bondar atau Huta Silaiya (kampung halaman penulis). Tetapi Stambook tersebut sampai menjangkau popparan ni Pulungan yang mukim di Silaiya, dan itu cukup otentik dan rinci.
Selama masa hidupnya Ompung ini, selain bekerja di Kantor Penerangan sejak tahun 1953, dan akhirnya pindah ke Departemen Penerangan di Jakarta tahun 1960 s.d. wafatnya 1992 dikenal sangat luas pergaulannya, salah satunya bersahabat sangat dekat dengan alm. Haji Adam Malik Batubara, tokoh nasional dan internasional yang sangat dihormati. Juga cukup menguasai ilmu-ilmu Islam, berminat tinggi terhadap sejarah dan silsilah marga-marga. Bahkan, seperti penuturan anaknya Sastra Pulungan, kalau ada seseorang yang bercakap/berbincang dengannya, Ompung ini dapat menjelaskan garis keturunan orang tersebut secara tepat "kau ini popparan ni si anu", meskipun orang tersebut bermarga dari tanah Toba misalnya. Jangan kira, Ompung ini berpendidikan tinggi, ia hanya jebolan kelas 4 SR (Sekolah Rakjat di Huraba), tetapi selama hidupnya Ompung ini pasti telah memperoleh ilmu dan pengetahuan luas dari pergaulannya dan pengalamannya sebagai birokrat dan perantau/pejuang yang harus tetap eksis di Ibukota Jakarta.
Barangkali Ompung ini dapat disebut tipikal 'bayo parturi' atau juru kisah yang mumpuni, sebagaimana istilah ini disebutkan dalam buku Gereget Tuanko Rao tulisan Basyral Hamidy Harahap. Melihat Stambook tersebut tentunya dapat disimpulkan selain memperoleh data dari turi-turian dari orang-orang tua, tentunya Ompung ini kemungkinan besar sudah memverifikasi data/garis silsilah yang ditulisnya ke orang-orang / popparan dalam hal ini marga Pulungan yang masih hidup dan dijumpainya semasa hidupnya, khususnya untuk popparan Pulungan yang berasal dari Sipirok itu. Hal ini, saya simpulkan karena copy dokumen Stambook ini pun saya peroleh pada saat disebarkan/dibagikan kepada anggota Parsadaan Pulungan di Jakarta, pada suatu pertemuan di rumah Drs. Idris Pulungan (berasal dari Desa Bunga Bondar dan juga adalah Ketua Parsadaan Pulungan se Jabodetabek), yang menginformasikan Stambook tersebut diperolehnya langsung dari Ompung ini sekitar tahun 1988.
Satu dari sekian stambook yang menarik tersebut adalah Stambook Marga Pulungan (sebagaimana disebut pada bagian awal tulisan ini) yang ditulis / disusun oleh Haji Amri Kamal Pulungan (baiklah kita singkat menjadi HAK Pulungan atau saya sebut Ompung).
Bagaimana tidak menarik, HAK Pulungan sendiri lahir dan besar di Desa Huraba (sekitar 18 km dari Panyabungan), lahir sekitar tahun 1919 dan meninggal tahun 1990 di Jakarta dalam usia 73 tahun, menyusun Stambook Marga Pulungan tersebut yang menuturkan silsilah Marga Pulungan cukup rinci sampai silsilah Marga Pulungan yang ada dan berkembang di Luat Sipirok (Sumuran, Pasar Sipirok, Bunga Bondar, Bondar X, Silaiya, dst). Padahal Ompung ini, menurut informasi dari anaknya Sastra Pulungan, tidak pernah tinggal di Sipirok apalagi di Bunga Bondar atau Huta Silaiya (kampung halaman penulis). Tetapi Stambook tersebut sampai menjangkau popparan ni Pulungan yang mukim di Silaiya, dan itu cukup otentik dan rinci.
Selama masa hidupnya Ompung ini, selain bekerja di Kantor Penerangan sejak tahun 1953, dan akhirnya pindah ke Departemen Penerangan di Jakarta tahun 1960 s.d. wafatnya 1992 dikenal sangat luas pergaulannya, salah satunya bersahabat sangat dekat dengan alm. Haji Adam Malik Batubara, tokoh nasional dan internasional yang sangat dihormati. Juga cukup menguasai ilmu-ilmu Islam, berminat tinggi terhadap sejarah dan silsilah marga-marga. Bahkan, seperti penuturan anaknya Sastra Pulungan, kalau ada seseorang yang bercakap/berbincang dengannya, Ompung ini dapat menjelaskan garis keturunan orang tersebut secara tepat "kau ini popparan ni si anu", meskipun orang tersebut bermarga dari tanah Toba misalnya. Jangan kira, Ompung ini berpendidikan tinggi, ia hanya jebolan kelas 4 SR (Sekolah Rakjat di Huraba), tetapi selama hidupnya Ompung ini pasti telah memperoleh ilmu dan pengetahuan luas dari pergaulannya dan pengalamannya sebagai birokrat dan perantau/pejuang yang harus tetap eksis di Ibukota Jakarta.
Barangkali Ompung ini dapat disebut tipikal 'bayo parturi' atau juru kisah yang mumpuni, sebagaimana istilah ini disebutkan dalam buku Gereget Tuanko Rao tulisan Basyral Hamidy Harahap. Melihat Stambook tersebut tentunya dapat disimpulkan selain memperoleh data dari turi-turian dari orang-orang tua, tentunya Ompung ini kemungkinan besar sudah memverifikasi data/garis silsilah yang ditulisnya ke orang-orang / popparan dalam hal ini marga Pulungan yang masih hidup dan dijumpainya semasa hidupnya, khususnya untuk popparan Pulungan yang berasal dari Sipirok itu. Hal ini, saya simpulkan karena copy dokumen Stambook ini pun saya peroleh pada saat disebarkan/dibagikan kepada anggota Parsadaan Pulungan di Jakarta, pada suatu pertemuan di rumah Drs. Idris Pulungan (berasal dari Desa Bunga Bondar dan juga adalah Ketua Parsadaan Pulungan se Jabodetabek), yang menginformasikan Stambook tersebut diperolehnya langsung dari Ompung ini sekitar tahun 1988.
Post a Comment