Marga Tarigan Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. Legenda Marga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978 ) yang menyebutkan Marga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Mereka disebut sebagai bangsa Umang. Pada suatu hari, isteri manusia umang Tarigan ini melahirkan sangat banyak mengeluarkan darah. Darah ini, tiba-tiba menjadi kabut dan kemudian jadilah sebuah danau. Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu. Tiga orang keturunan Marga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung Sigurda-Gurda berkepala tujuh. Untuk itu Tarigan memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh manok Sigurda-gurda tersebut.
Sementara di bawah gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng Marga Tarigan. Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang Marga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging Marga Ginting Manik lalu minta bantuan kepada Marga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya tersebut
Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan Marga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ; Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik. Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu. Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang Marga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).
Adapun cabang-cabang dari Marga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
Tarigan Tua kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
Tarigan Bondong di Lingga
Tarigan Jampang di Pergendangen
Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Beras Tepu
Tarigan Cingkes di Cingkes
Tarigan Gana-gana di Batu Karang ;
Tarigan Peken di Sukanalu dan Namo Enggang
Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu
Tarigan Purba di Purba
Tarigan Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
Tarigan Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang)
Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
Tarign Tegur di Suka
Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara
Tarigan Sahing di Sinaman
Sementara di bawah gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng Marga Tarigan. Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang Marga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging Marga Ginting Manik lalu minta bantuan kepada Marga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya tersebut
Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan Marga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ; Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik. Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu. Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang Marga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).
Adapun cabang-cabang dari Marga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
Tarigan Tua kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
Tarigan Bondong di Lingga
Tarigan Jampang di Pergendangen
Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Beras Tepu
Tarigan Cingkes di Cingkes
Tarigan Gana-gana di Batu Karang ;
Tarigan Peken di Sukanalu dan Namo Enggang
Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu
Tarigan Purba di Purba
Tarigan Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
Tarigan Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang)
Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
Tarign Tegur di Suka
Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara
Tarigan Sahing di Sinaman
Post a Comment