Sejarah Marga Damanik

Damanik adalah marga atau morga dari suku Simalungun yang aslinya berasal dari daerah yang bernama Simalungun di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), yang mana dalam bahasa Simalungun Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas). M. Muhar Omtatok menguraikan bahwa Damanik merupakan marga tertua dari suku Simalungun dan Batak. M Muhar Omtatok juga mengungkapkan bahwa Damanik telah ada sejak kepercayaan lokal ada di Sumatera.


LEGENDA MARGA DAMANIK


Berikut ini adalah LEGENDA DAMANIK menurut Jahutar Damanik, dalam bukunya: Jalannya Hukum Adat Simalungun, 1974.

Damanik adalah satu marga di antara Marga Nan Empat pada suku Simalungun. Sebutan Damanik muncul dari suatu perkembangan bahasa antara golongan masyarakat pada zaman permulaan. Dimaksudkan sebagai nama pengenal dari salah satu seorang anggota rombongan (mission) yang tiba berlabuh dan berkemah di Batubara di daerah Kabupaten Asahan sekarang.
Yang digelari Damanik dalam legenda adalah seorang Parbapaan artinya seorang yang dituakan, tempat bertanya hal-hal yang diperlukan tentang sesuatu dalam ilmu yang terkandung pada alam semesta, dilihat dari Parhalaan, mempunyai ilmu pengobatan dan sebagainya, pada zaman itu disebut: Datu (dukun). Karenanya oknumya dianggap manusia yang mengetahui rahasia-rahasia alam semesta.

Sebagai Datu sering terlihat dalam pakaian jubah yang ditaburi manik-manik (permata) pada waktu memanjatkan mantera dalam upacara kepercayaan yang dianut pada masa itu. Bila dipertautkan dengan zaman kejadiaannya, dengan suatu masa manurut pra-sejarah kira-kira 800-600 sM (baca pra-sejarah). Pada zamannya Kerajaan Sulaiman di Asia Muka, pakaian jubah para Imam, sama bentuk dan perlengkapannya sebagai yang dipakai Datu dimaksud. Bila demikian halnya tentu sang Datu menganut suatu keyakinan di samping ilmu-ilmu yang lain yang telah diuraikan di atas. Keyakinan mana jelas dalam masa pra-sejarah (1000 sM) berupa suatu ajaran yang berasal dari Nabi Musa terkenal dengan ajaran Dasa Sila (sepuluh perintah Allah) yang menganggap bahwa manusia sama adanya di hadapan Allah.
Dari ilmu yang dimiliki serta ajaran yang dibawa oknum tersebut disebut Datu dan dalam istilah ajaran Agama sekarang disamakan dengan Imam atau dalam satu operasi (mission) dianggap sebagai Suhu. Demikianlah kemungkinan-kemungkinan sehingga Datu tersebut akhirnya disebut dalam cerita Damanik singkatan dari Datupar Manik-manik menjadi Damanik (Datu = Da; Manik-bergabung dalam istilah nama pengenal= Damanik). Dalam karirnya diakui menjadi Parbapaan Damanik digunakan para keturunannya menjadi Marga. Konon dari antara generasi penerus, terbitlah berita; seorang Raja dan Puangbolon (permaisuri) melahirkan seorang anak dengan anugerah Tuhan, memiliki satu-satunya mata, terletak di kening di antara dua bayangan mata pada tempat biasa, sedangkan yang dapat melihat terang menyala (bening bercahaya) hanya satu-satunya mata, disebut “Parmata manunggal”.
Aneh dan ajaib menurut selera, apa yang tak akan terjadi Tuhanlah yang punya kuasa, tidak usah dibawa malu oleh keluarga. Pemberian Tuhan harus diterima dengan lapang dada, inilah namanya Hikayat Legenda Damanik marganya. Legenda serupa juga dimiliki marga Daulay di Tapanuli Selatan. Mulanya tersebar berita aneh dan ajaib menusia terlahir di dunia orang tua bingung. Datu-datu memanjatkan mantera, timbul duga menurut selera ;ihat tanda (Parhalaan) dapat petunjuk jangan sampai salah menduga.
Menurut cerita anjuran Datu Ulpukan (ramalan) si anak akan membawa bencana atas Kerajaan Ayahandanya karena itu sebaiknya si anak dibuang untuk mencegah timbulnya bencana kemudian. Tetapi sang Ayah dan Ibunda bertekad memelihara sampai remaja. Pada masa remajanya banyak peristiwa aneh terjadi atas dirinya. Bila ayam atau binatang peliharaan lainnya terkena pukulan si anak, pada ketika itu ayam pun mati, dan bila dia menjaga padi maka tidak ada burung yang berani mendekat. Dan banyak lagi peristiwa lain yang mengganggu perasaan masyarakat, akhirnya Sang Raja dan Ibunda mengizinkn si anak pergi mengembara untuk menuntut ilmu. Bekal untuk perjalanan dikasih seekor kerbau dan bahan lainnya. Menurut cerita selama pengembaraan kerbau bawaannya diganti dengan lembu, diganti dengan kuda dan seterusnya diganti dengan kambing-kambing diganti dengan ayam namanya Manuk jagur warna kelabu berbulu ikal (jagur). Ayam Jagur inilah dalam legenda selanjutnya ayam ini saktitetap menang di medan laga. Merantau dan mengembara itulah kerjanya dari Huta ke Huta, menerobos hutan menyeberangi sungai (bah) berbuat baik menolak bala, lama kelamaan dikenalseorang yang arief dan bijaksana. Datu Bolon Mandraguna disebut dalam cerita, keadaan mata jadi bahan bicara, disebut ia dalam kata Datu Parmata Manunggal. Masyarakat mengenalnya dalam cerita, sesuai dengan pandangan orang yang pernah melihatnya. Di tiap tempat yang dikunjunginya, masing-masing menyebut gelaran sebagai nama pengenalnya.
Di satu tempat disebut Datu Parmata Manunggal, di lain kampong menyebut Raja Manualang, di egeri sana mengatakan Datu Parmata Tunggal dan dikampung anu menggelari Datu Partiga-tiga Sihapunjung.. Namun demikian banyaknya gelaran terdapat unsur Tunggal atau satu dalam makna sebagai penunjuk orangnya hanya satu.
Di satu pihak ada cerita Datu Parmata Manunggal diangkat menjadi panglima kerajaan Nagur oleh Ayahandanya dengan jabatan panglima perang yang bermarkas di Bandar Meriah dengan wilayah pantai Timur Selat Malaka bagian Asahan dan Batubara sekitarnya. Armada pasukannya digempur kerajaan Singosari oleh kuasanya Panglima Indrawarman dari kerajaan Jambi. Pasukan panglima Nagur digempur habis-habisan di benteng pertahanan Bukit Kuba dekat kota perdagangan Simalungun, lokasi itu terkenal sekarang dengan Kramat – Kubah perdagangan tem[at dimana Beruk dan Monyet hidup berkeliaran berdampingan dengan manusia pengunjung sambil bersenda gurau; Sang Panglima hilang raib di benteng pertahanan di Bukit kubah dan pasukannya menjelma menjadi Beruk dan Monyet penghuni Bukit Kubah yang dikenal keramat itu.
Berkaitan dengan raibnya Sang Panglima munculnya keyakinan yang menimbukan kepercayaan masyarakat bahwa Sang Panglima dianggap menjelma menjadi keramat (=Sinumbah), tetapi cerita lain mengungkapkan bahwa Sang Panglima muncul di Negeri Uluan dengan nama samaran Raja Manualang, bersama tinggal dengan kenalannya Raja Mangatur Manurung dari Sionggang Negeri Uluan, akhirnya mengembala hingga Datu Bolon Parmata Manunggal tiadak pernah berdiam di suatu tempat, melanglang buana, memberikan pertolongan kepada yang susah, turun tangan menjauhkan bala.

Mengembara sambil kerja sebagai Pandai Besi itulah bakatnya, hasil kerja ditukarkan untuk belanja.
Punya kegemaran sebagai rekreasi hidupnya, melagakan ayam sakti miliknya, warna kelabu berbulu ikal, asal dilepas tetap menang di Medan laga.
Lawan menduga ayam Laga (Manuk Jagur) sakti mandra gun a sukar dicari jadi tandingannya. Waqnti-wanti bagi keluarga, pantang dibunuh warna serupa harus dipelihara pembawa Tuah.
Terbetik berita Datu Parmata Manunggal terlihat di lereng sampai ke puncak gunung. Oleh pengambil kayu dan rotan di hutan pegunungan sewaktu-waktu terlintas dalam pandangan, seseorang muncul mengepit seekor Ayam disebut Manuk-manuk (dua kepala) di hutan pegunungan. Berita segera tersiar banyak sudah yang mempersaksikan, sebagai petunjuk lokasi apa yang diceritakan, pegunungan tersebut dinamai Gunung Simanuk-manuk (terletak sisebelah Timur dari gunung Bukit Barisan) berpinggiran pantai pada Laut Tawar (sekaran dinamai Danau Toba).
Bahasa Belanda “Tobameer” (1860) yang dimaksudkan Tao Toba sebelum tahun (1860)
ialah Danau sekitar Balige.

Datu Parmata Manunggal tiba di puncak gunung Dolog Sijambak Bahir (Gunung merangkul langit) 2245 m dari permukaan laut.
Lepas pandang arah pantai, terbentang suatu Lautan pantai dalam wilayah negeri Sipolha.
Dari puncak menyusuri lereng gunung tiba di suatu kampung Lumban Tidang, orang bersujud sembah, aneh manusia ajaib muncul di depan mata, rasa takjub mempengaruhi jiwa, Raja Huta turut menghadap tunduk pada junjungan manusia sakti.
Pendek cerita Tuhan junjungan jangan sampai berlalu,dicarikan jodoh Putri Raja cantik dan ayu Bou Napuan (si dara manja) putri tunggal Raja Mangatur Manurung dari negeri Uluan di Sionggang/ Sijambur, diambil ibu-suri (Puang Bolon) Kerajaan Sipolha.
Jiwa pengembara kambuh lagi, sedang Permaisuri (puang Bolon) boratan rumah (berbadan dua), untuk kedua kali, ditinggal pergi mendaki gunung Dolog Sijambak Bahir.
Dari puncak gunung lepas pandang ke ufuk Timur terhampar Hutan padang belantara nun jauh suntuk pandangan mata, kaki dilangkahkan menyerobos hutan belantara sangat angker (Harangan Simalingga), tiba di suatu delta (pulo Holang), membuat perkemahan sambil bekerja sebagai pandai besi (sekarang disebut Pamatang Siattar).
Tumbak, parang hasil karya, dipertukarkan untuk belanja, alat-alat besi beredar sudah, Raja Huta merasa curiga, harus diusir jangan sampai berkuasa.
Raja Jumorlang sebagai penguasa harus bertindak dengan segera. Perintah pada Jagoroha (Panglima) orang asing tangkap bawak segera. Parangan Panglima bergegas dengan pasukan berkuda, gendrang perang berbunyi, pasukan bergerak menuju tempat sembunyi orang Sakti. Panglima (Jagoroha) melirik kekanan dan kekiri, kumis dilintangkan memperhatikan situasi.
Orang Sakti tegak di depan diluar dugaan, tanpa sadar Jagoroha bersujud mohon Paduka sudi berkunjung kerumah Bolon (Istana Raja). Sang Datu menyuruh pergi, Panglima kembali sembari ngeri manusia sakti tidak peduli.

Raja marah, ayo…. segera pergi harus dibunuh pengganggu negeri, demikianlah hikayat terjadi perang tanding antara Raja vs Manusia sakti, sanggur dibuka, pedang berbunyi, jumpa imbang Raja ingin segera mengakhiri, pasang ilmu jogi, kebatinan mengimbangi Raja nekad melagakan diri akhirnya mangkat di ujung tumbaknya sendiri. Perajurit melarikan diri. Jagorohan memberanikan diri mohon mayat Raja dibawak pergi ibu suri berkabung tujuh hari berkurungdiri duka cita melanda Negeri.
Janda muda (ibu suri) pasrah demi keselamatan negeri, sesal dihati melawan manusia sakti.
Panglima siutus menjemput Pandai Basi beliau menyatakan turut berduka cita atas apa yang terjadi, sangat menyesal tidak dapat turut pergi, perkenankanlah hamba sebagai Pandai Besi.

Utusan kembali sambil menyesali diri, apa akal bahaya akan melanda negeri, tekad dibulatkan kiranya Ibunda janda turut menjemput manusia sakti.

Datu Parmata Manunggal dengan rasa pedih bersedia berbakti demi rakyat negeri. Hati terpikat Ibunda Raja juita dikawinkan resmi. Manusia sakti membentuk kerajaan yang dinamai sasuai dengan keadaan tempat ia berkemah di daratan Pulo Holang sebagai pertanda sejarah kemenangan di arena pertarungan dinamai Siattar, lalu dinobatkan sebagai Ra-ja Siattar atas mupakat Harajan ex Kerajaan Jumorlang.

Rja Siattar pada Kerajaan Siattar kemudian diketahui namanya Raja Namartuah marga Damanik.

Dalam paduan Legenda ternyata Raja Jumorlang adalah keturunan dari nenek yang bermargakan Damanik yang serupa marga keturunan dari Raja Namartuah dari marga Damanik.

Sebelum kejadian pertarungan antara dua yang bersaudara ini diketahiu oleh masyarakat bahwa penguasa daerah seanteronya adalah wilayah Kerajaan Jumorlang kemudian berganti menjadi Kerajaan Siattar. Menurut Legenda dan fakta hidup dari peradapan kedua-duanya juga adalah keturunan dari raja Nagur nenek yang bermarga Damanik.

Lintasan Legenda
Dari fakta sejarah menurut peradapan Simalungun dapat disimpulkan bahwa orang yang berketepatan sebagai Raja di wilayah masing-masing ternyata berasal dari satu keturunan Nenek moyang yang tiba di Batubara. Namun julukan Damanik (kependekan dari Datu parmanik-manik = Damanik) nama julukan tersebut menjadi marga bagi generasi. Pada satu generasi yang sama muncul 3 (tiga) orang bersaudara berketepatan sama-sama Raja di wilayah masing-masing, terdiri dari :

1. Raja Namartuah (Raja Siattar) dari jenis Marga Damanik Bariba anak keturunan Marahsilu (Raja Nagur yang terakhir).
2. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) dari jenis Marga Damanik (Bah Bolag) anak dari sorotilu (Kerajaan Manakasian).
3. Timoraja Damanik Nagur, sanak keluarga dari Raja-raja Nagur terdahulu.

Dari 3 (tiga) jenis anak keturunan marga Damanik dalam peradaban untuk mengetahui dari antaranya siapa yang tertua, yang tengah dan yang bungsu, tidak terlihat lagi sebagai tanda-tanda pertalian dalam kekeluargaan tarombou. Tetapi dari sudut hubungan persaudaraan satu sama lain masih terdapat satu ketentuan dalam sebutan sebagai berikut : Damanik Bariba terhadap Damanik Bah Bolag, sering disebut Ompung (pengertian opung dalam istilah ini bukan seperti cucu terhadap nenek tetapi satu istilah menghormati kedudukan (=pasangapkon bahasa Simalungun). Terhadap Damanik Nagur disebut abang kepada yang tertua atau Bapak, timbal-balik artinya Damanik Nagur juga demikian halnya terhadap Damanik Bariba. Damanik Bah Bolag dan Damanik Nagur terhadap Damanik Bariba dipanggil Tuan tatapi Damanik Nagur juga dapat menyebut Abang kepada yang sebaya atau Bapak kepada yang tertua, umumnya dipanggilkan Tuan.

Jenis marga Damanik Bariba terdiri dari kelahiran 2(dua) orang Ibu dengan satu Bapak bernama Raja na – Martuah isteri pertama Puang Bolon si Bou Napuan di pematang Sipolha memperanakkan Raja Uluan Damanik dalam tingkatan kelahiran yang tertua (Tuan Kaha). Isteri kedua ialah janda almarhum Raja Jumorlang, Bou Saragih Silappuyang Puang Bolon di Pematang Siattar memperanakkan Raja Namarangis Damanik dalam tingkatan kelahiran anggini par tubuh (adik dalam tingkat kelahiran).

Dalam tarombo sering disebut Damanik Bariba yang berkediaman di Pamatang Sipolha Kaha ni partubuh, anggini harajaan. “Damanik Bariba” yang berkediaman di Pamatang Siantar menjadi pewaris mahkota kerajaan siattar. Dari perkawinan Puang Bolon Bou Saragih dari Raja Jumorlang memperanakkan seorang laki-laki, dibawak serta dalam perkawinan kedua kepada Raja Namartuah (Raja Siattar) dikenal, sesuai dengan jabatannya disebut Bah Bolag, nama Ariurung gelar Oppu Barita.

Hubungan pertalian antara Damanik di Pamatang Sipolha kepada Bah bolag, panggilan Ompung sebagai penghormatan, sebaliknya Damanik Bah Bolak kepada Damanik Bariba dari pamatang Sipolha panggilannya abang atau Ompung (dipanggil abang karena satu Ibu lain Bapak dan Ompung adalah panggilan penghormatan = pasangaphon).

Damanik Bariba dan Damanik Bah Bolag terhadap Damanik Nagur, kalau sebaya dipanggil Abang, yang tertua dipanggil Bapak (Apa), sebaliknya Damanik Nagur kepada Damanik Bariba dipanggilkan Tuan dan Damanik Bah Bolag dipanggil Abang kalau sebaya, yang lebih tua dipanggil Bapak.

Menurut Legenda keturunan damanik Nenek moyang yang pertama disebut Bariba suatu pertanda dating dari seberang lautan (=bariba). Dari antara ketiga anak keturunan generasi penerus, salah seorang tetap memakai marga yang pertama, sedangkan dua orang anak lainnya yang sama-sama munculpada masa yang bersmaan (sama derajat kelahirannya) memakai marga Damanik Bah Bolag sesuai dari jabatan yang dipangkunya yaitu anak keturunan dari Raja Jumorlang Damanik, sedangkan Damanik Nagur menyatakan dirinya anak keturunan generasi penerus dari keluarga Raja-raja Nagur yang pernah berkuasa ebagai Raja Nagur abtara tahun 500 – 1290 M.

Generasi penerus dari marga Damanik dalam tarombo diketahui menurut panggilan masing-masing menurut tempat, nama julukan dalam kemargaan diuraikan sebagai berikut :

DAMANIK  :
1. Damanik Bariba anak keturunan Raja Namartuah Raja Siattar Pertama
2. Damanik Nagur (Bah Bolag) anak keturunan Raja Jumorlang yang menjadi anak tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba.
3. Damanik Nagur anak keturunan dari rangka keluarga Raja-raja Nagur terdahulu.

Damanik Bariba:
1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
4. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
5. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta,       dan seterusnya.
6. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolong).

Damanik Bah Bolag:
1. Anak keturunan Raja Jumorlang diberi nama Ariurung Oppu Barita jabatan Bah Bolag (penguasa lautan) menjadi marga Damanik (Bah Bolag) berada di sekitar Pamatang Siantar.

Damanik Nagur :
1. Anak keturunan Damanik Nagur, Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik Rappogos, Damanik Melayu, Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih d.l.l.
Jenis Marga Damanik Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean dan sekitarnya.
Demikianlah sebagai dasar pertalian hubungan Marga Damanik dari sejak semula sampai sekarang tetap hidup dalam peradapan Kebudayaan Simalungun pada umumnya, sebagai legenda marga Damanik pada khususnya.
Mengenai kedudukan dalam tingkatan kelahiran masih dapat jelas ialah kerangka keluarga Damanik Bariba, sedangkan bagi Damanik Nagur dan Damanik Bah Bolag masih memerlukan waktu untuk mengumpulkan bahan sebagai fakta peradapan yang sangat berguna bagi generasi penerus.

Kaitan legenda dalam Sejarah
Puanglima Parmata Tunggal adalah anak tunggal dari Raja Nagur yang terakhir menjadi Puanglima Kerajaan Nagur membantu Ayahandanya pada tahun 1295 M memimpin armada angkatan Laut terkenal dengan Kapal Perahu yang disebut “Lassaran” berhadapan dengan pasukan Panglima Kerajaan Singosari di Perairan Batubara Asahan. Armada Sang Puanglima Parmata Tunggal mengalami gempuran dari perahu-perahu besar (Jung) milik Kerajaan Singosari atas Pimpinan Panglima Indrawarman dari Kerajaan Jambi, hingga hancur lebur. Panglima dan pasukannya mengundurkan diri dari daerah pertempuran Sang Puanglima Parmata Tunggal bertahan di Kuba (Perdagangan).
Sang Puanglima hilang raib di Bukit Kuba akhirnya menghilang dari pandangan musuh – Sang Puanglima berhasil menyelamatkan diri melintasi hutan Asahan tembus ke Negeri Uluan Sionggung.
Beliau menyamar dengan nama Raja Manualang dikenal sebagai manusia sakti. Dari Uluan meneruskan pengembaraannya tiba di Negeri Sipolha. Akhirnya berhasil menjadi pimpinan Negeri dengan nama Kerajaan Sipolha, dikenal dengan nama Datu Parmata Mamunjung. Kemudian pergi mengembara dan berhasil menduduki Kerajaan Siattar dalam legenda “Partodas ni Raja Jumorlang” dengan nama Raja Namartuah gelar Puanglima Parmata Tunggal, alias Raja Manualang, alias Datu Parmata Mamunjung, alias Datu Parmata Manunggal, alias Datu Partiga-tiga Sihapunjung.

Post a Comment

Previous Post Next Post